Kemunculan benda terbang tak dikenal (UFO) di langit Bumi sejak akhir 1940-an, sebagaimana didokumentasikan oleh Brian Regal dalam “Pseudoscience: A Critical Encyclopedia” (2009), menjadi babak baru dalam imajinasi dan kecemasan manusia modern.
Era UFO modern dimulai pada 24 Juni 1947, ketika pengusaha Amerika Kenneth Arnold melihat sekelompok benda berbentuk sabit melintas dengan kecepatan luar biasa dekat Gunung Rainier.
Deskripsi Arnold memunculkan istilah “piring terbang” (flying saucer). Pada fase awal ini, narasi yang terbentuk cenderung optimis. Tokoh seperti George Adamski, seorang filsuf yang mempelajari mistisisme Timur dan okultisme (terkait dengan hal-hal gaib), mengklaim terjadinya pengalaman kontak langsung.
Dalam bukunya “Flying Saucers Have Landed” (1953) dan “Inside the Flying Saucers” (1955), Adamski menceritakan pertemuannya dengan Orthon, kapten pesawat dari Venus, yang digambarkan sebagai humanoid (mirip manusia, tapi bukan manusia) yang rupawan.
Menurut analisis Regal, kisah Adamski dipenuhi “galactic bonhomie” (persahabatan galaktik) yang menggambarkan alien sebagai entitas bijak dan ramah. Adamski kemudian menjadi semacam guru bagi mereka yang ingin membangun kontak dengan alien, meskipun reputasinya diperdebatkan antara visioner atau penipu yang merusak citra penelitian UFO.
Namun, nuansa cerita berubah drastis memasuki tahun 1960-an, terutama setelah kasus Betty dan Barney Hill pada tahun 1961 yang menjadi titik balik signifikan. Saat pulang liburan melalui New Hampshire, pasangan ini melihat cahaya aneh di langit dan tiba di rumah dengan perasaan tidak nyata, menyadari ada “waktu yang hilang” (missing time) selama beberapa jam.
Setelah berminggu-minggu dilanda kecemasan, mereka menemui psikiater Boston, Dr. Benjamin Simon, pada tahun 1963. Melalui hipnoterapi atau terapi regresi masa lalu (Past Life Regression Therapy), terungkaplah kisah mengerikan: mereka diculik oleh makhluk asing. Barney melaporkan pengambilan sampel sperma, sementara Betty melaporkan ditusuk jarum panjang dalam prosedur yang terasa seperti tes kehamilan.
Meski Dr. Simon tidak yakin penculikan itu nyata secara fisik, ia percaya pasangan itu benar-benar mengalami trauma mendalam dan meyakini kisah mereka. Kasus Hill, yang dipopulerkan buku John Fuller berjudul “The Interrupted Journey” (1966), menggeser narasi dari hubungan kontak dengan alien secara sukarela dan “ramah” menjadi “korban penculikan” (abductees) yang diculik secara paksa untuk eksperimen medis yang menakutkan.
Sejak itu, muncul kisah penculikan dengan elemen konsisten: waktu yang hilang, entitas alien, dan eksperimen menakutkan, terutama terkait reproduksi manusia. Korban perempuan sering melaporkan tes reproduksi, pengambilan bahan biologis, dan penyuntikan materi alien. Menurut narasi ini, mereka bahkan kerap diperlihatkan anak campuran manusia-alien dan diberitahu itu adalah keturunan mereka.
Regal menjelaskan bahwa pendukung fenomena ini merumuskan motifnya sebagai kebutuhan alien melakukan riset genetik tentang reproduksi manusia untuk menciptakan ras hibrida. Namun, skenario hibrida ini memiliki kelemahan logis mendasar berdasarkan biologi Bumi.
Perkawinan silang antarspesies yang berbeda sangat jauh secara genetik hampir mustahil, dan keturunan yang dihasilkan (seperti bagal dari kuda dan keledai) biasanya mandul.
Manusia tidak bisa bereproduksi dengan primata terdekat sekalipun, sehingga kemungkinan hibrida manusia-alien secara biologis sangat tidak masuk akal. Sebagai contoh temuan tentang “Anak Bintang” di Meksiko yang merujuk pada tengkorak Starchild, tengkorak mirip manusia yang sangat tidak biasa yang ditemukan di Meksiko pada tahun 1930-an.
Tengkorak ini menjadi terkenal karena adanya klaim bahwa tengkorak ini adalah hibrida alien-manusia atau hasil dari anomali genetik yang menyebabkan cacat lahir yang parah. Fitur unik tengkorak ini, seperti tulangnya yang tipis dan kuat serta rongga mata yang tidak biasa, telah memicu spekulasi dan perdebatan tentang asal-usulnya.
Anak Bintang telah dianalisis DNA-nya dan hasilnya konsisten dengan manusia asli Amerika yang kemungkinan menderita kelainan seperti progeria atau hidrosefalus, bukan bukti asal usul alien.
Pencarian “bukti fisik” lainnya adalah film otopsi alien yang dirilis produser Inggris Ray Santilli pada Agustus 1995. Film bisu hitam-putih yang buram itu diklaim sebagai rekaman otopsi alien yang jatuh di Roswell tahun 1947.
Santilli bersikeras tentang keasliannya, meski banyak ahli efek khusus menyatakan rekaman itu terlihat palsu dan Komite untuk Penyelidikan Ilmiah Klaim Paranormal (CSICOP) menyebutnya hoaks.
Pada tahun 2006, Santilli akhirnya mengakui bahwa film itu adalah rekonstruksi karena film asli yang katanya pernah dia lihat hilang secara misterius, dengan “wawancara” saksi mata yang juga direkayasa. Pengakuan ini semakin memperkuat skeptisisme terhadap klaim bukti fisik dalam fenomena UFO.
Metode utama untuk mengungkap memori penculikan, hipnoterapi, juga menjadi pusat kontroversi. Pendukung seperti psikiater Harvard John Mack dan seniman New York Bud Hopkins (yang juga mengaku melihat UFO pada 1964) menggunakan teknik ini secara luas untuk membantu korban mengingat “waktu yang hilang”.
Mereka meyakini pengalaman para korban adalah nyata dan korban bukanlah orang yang terganggu jiwa atau pemalsu. Namun, para kritikus memperingatkan bahwa ingatan manusia sangat kompleks dan mudah terpengaruh. Di bawah hipnosis, ingatan bisa tercipta, berubah, atau menjadi kacau (confabulated).
Mereka menekankan bahwa penyeliduk UFO seperti Hopkins bukanlah tenaga medis terlatih dan bisa tanpa sengaja menanamkan memori penculikan palsu ke dalam pikiran seseorang. Akibat penolakan dari sains dan kedokteran arus utama, yang menganggap korban sebagai pencari ketenaran, orang yang tulus tapi tersesat, atau mengalami gangguan jiwa, para korban penculikan membentuk subkultur dan kelompok pendukung sendiri untuk berbagi informasi dan saling menghibur tanpa takut diolok-olok.
Fenomena UFO itu sendiri, seperti diuraikan Regal, memiliki ragam penjelasan. Hipotesis yang paling populer adalah Hipotesis Ekstraterestrial (ETH), yang menyatakan UFO adalah teknologi nyata dari peradaban alien.
Hipotesis ini diutarakan oleh penulis anomali Charles Fort dan dipopulerkan penulis penerbangan Donald Keyhoe, yang menghubungkan peningkatan penampakan UFO pasca-Perang Dunia II dengan pengujian bom atom.
Teori lain seperti Hipotesis Interdimensi juga diusulkan. Untuk mengklasifikasikan penampakan, astronom J. Allen Hynek menciptakan hierarki “Perjumpaan Dekat” (Close Encounters): CE1 (pengamatan dekat tanpa interaksi), CE2 (pengamatan dengan efek fisik seperti jejak tanah), dan CE3 (pengamatan disertai interaksi dengan penghuni UFO).
Meskipun Proyek Blue Book Angkatan Udara AS (1952-1969) secara resmi menyimpulkan tidak ada bukti yang mendukung ETH dan menutup operasinya, penampakan UFO terus terjadi secara global dengan karakteristik budaya yang unik. Deskripsi penghuni UFO bervariasi: di Eropa Barat dan AS dominan “Grey” (berkepala besar, mata hitam lebar), di Rusia sering melibatkan karakter robotik, sementara di Amerika Latin sering dilaporkan makhluk reptil. Bentuk seperti serangga dan humanoid juga muncul.
Terlepas dari kepercayaan yang meluas dan minat yang mendalam, bahkan di kalangan ilmuwan akademis, bukti fisik UFO yang dapat diterima oleh sains arus utama tetap tidak ada. Penelitian bergantung pada kesaksian saksi mata (dari personel militer hingga warga biasa), foto atau rekaman yang seringkali tidak jelas atau dapat dipalsukan, dan efek sisa di lokasi (seperti tanah hangus atau tingkat radioaktivitas yang meningkat) yang selalu memiliki penjelasan duniawi alternatif.
Tidak ada serpihan, perangkat, atau bukti material yang tak terbantahkan yang dapat dikaitkan dengan asal-usul luar bumi. Regal menyimpulkan bahwa sementara komunitas ilmiah umumnya percaya kemungkinan besar ada kehidupan cerdas lain di alam semesta, sangat sedikit yang menerima gagasan bahwa mereka telah mengunjungi Bumi.
Fenomena penculikan alien, hibrida, dan UFO, dengan semua narasi dan klaim buktinya yang kontroversial, pada akhirnya lebih dari sekadar pseudosains. Ia mencerminkan kecemasan manusia modern dan hasrat yang dalam, meski terkadang disertai trauma, untuk menemukan bahwa kita tidak sendirian di jagat raya yang luas ini.
Penulis: Redaksi Insight by Research
Baca Juga:
Dari Borley Rectory ke Lawang Sewu: Pemburuan Hantu sebagai Hiburan Global dan Lokal
Teori Bumi Datar: Pseudosains yang Berakar pada Konflik Sains dan Agama